Jumat, 23 Januari 2015

Sudah 2 bulan saya berada di Jakarta, menikmati asap koantas, bajaj dan kopaja tentunya. Di iringi gema merdu klakson mobil-mobil mewah yang egois, dan kendaraan roda dua yang seperti bebas melahap trotoar. Bangunan bagunan yang entah kenapa masih aja belum selesai pembangunannya sampai sekarang, padahal setahun yang lalu ya bentuknya kayak gini. Sudahlah, mungkin para pekerja mulai lelah.

Masuk kantor jam 8 pagi, pulang jam 5 sore, begitulah kegiatan rutin saya dari Senin sampai Jumat, selama seminggu, sebulan dan sampai beberapa bulan kedepan. Penat pastinya terlintas di benak ini, untung saja lagu-lagu lama sudah saya siapkan secara rapi untuk menemani dikala malam. Film-film dari dia yang tak boleh disebut namanya juga sudah saya siapkan untuk mengobati rasa kangen. Mungkin kali ini akan menjadi waktu yang terasa sangat panjang di Jakarta.

Berbeda dengan kantor yang dulu, sekarang saya ditempatkan di salah satu gedung di daerah Citos, Gedung Alamanda namanya, di sebelah kirinya Talavera pas, dan di dekat gedung Elnusa. Kantornya tinggi, bersih, bebas rokok, dan yang jelas saya pilih tempat duduk dekat dengan jendela, biar bisa lihat-lihat keluar kalau lagi pusing. Tapi sayangnya lemburan agak susah prosedurnya, sehingga ya sabtu minggu saya tidak ada kerjaan di kos. Jadi memang benar, sangat panjang rasanya kali ini saya di Jakarta.

"Siapa yang ada rencana gedhe pangrango bulan ini?????" Iseng saya tulis di wall pesbuk sebelum menginjak akhir tahun 2014. Status yang geje tersebut ternyata ada yang merespon. Ada beberapa monyet kepancing, dan akhirnya kita deal naik gunung. Rasanya begimana gitu deh, baru 2 minggu di Jakarta bisa naik gunung, aaaaaaaaa. Memang saya sudah agak penat, pengen yang namanya ngirup udara segar di gunung. Kebetulan gunung yang terdekat di Jakarta ya Gede dan Pangrango. Akhirnya saya ikut saja sama Kaka Terry dkk, nimbrung aja, sekalian nambah teman di gunung. Dan beginilah ceritanya, walaupun kejadiannya 20 Desember tahun 2014, tapi nggak apalah itung-itung biar keliatan kayak Blogger aktip gitu deh.

Perjalanan dimulai dari kos dengan bismillah. Yang planning sebelumnya lewat Bogor naik kereta, akhirnya berubah rencana naik bus langsung ke Cibodas. Marita namanya, sebuah bus yang terdengar elok di pikiran saya. Membayangkan sebuah bus besar, dengan kursi empuknya dan dingin AC nya. Sepertinya menapuk hati saya yang telah menunggu hampir 4 jam di kampung rambutan. Perjalanan yang diramalkan hanya 2 jam molor menjadi 4 jam, ditambah lagi penumpang yang berjubel memaksa saya untuk mengalah dan berdiri.

Sekitar ba'da isya saya sampai di pertigaan cibodas, ingat ya "pertigaan cibodas". Jadi nanti kalau diturunin sopirnya nggak di pertigaan mendingan tanya orang, dan minimal tanyanya 3 orang ya. Soalnya kemarin saya ketipu sama orang yang sok teu jalan dan menjerumuskan, pokoknya 2 orang yang sok teu itu asu banget deh. Sampai di pertigaan nanti bisa naik angkot ke basecamp, oh iya kalau mau ngurus ijin, mendingan datangnya agak siangan biar nggak tutup kantornya. Kalau kemarin saya udah di urusin sama kaka Andi, jadi ya tinggal pancal ke atas aja. yuuukkkkkk... makasih kaka kaka semua.. Sebagai info saja, kalau mau naik Gede and Pangrango musti ijin online 3 minggu sebelumnya, ribet kan????

Start mulai pendakian sekitar jam 22.30 an, target sampai pos terakhir "Kandang Badak" sekitar jam "tidak tahu". Pendakian kali ini saya tidak target-targetan, yang penting naik gunung, puncak nggak terlalu ngarepin. Tetapi tetep planing sebelum subuh harus ngediriin dome buat bermalam, besoknya muncak, malamnya sampai Jakarta, paginya kerja rodi lagi. Planing yang gak jelas banget.

Yang asik di Gede-Pangrango itu perjalanan menuju puncaknya, ada air terjun, air panas, kanan kiri pohon-pohon rindang yang terawat, hijau selayaknya pohon pada umumnya, masih alami dan segar. Tapi sayang jalurnya sudah nggak alami, batu-batu besar sudah tersusun rapi mempermudah jalannya para pendaki. Berbeda dengan Gunung Lawu yang jelas berbentuk anak tangga, kalau Gede-Pangrango ini batu-batu yang disusun dan dibuat alami tetapi nggak alami. Efeknya nanti pas turun, kalau nggak tumit, kempol atau pahanya kena deh.

Dan……
Puncak Gede.
Cepet banget kan ceritanya, cuman satu paragraf sudah kelar aja.

puncak gede
Puncaknya biasa aja, tapi otw nya yang menyenangkan.
Gede Pangrango, sebuah gunung di Indonesia yang terkenal sangat amat ribet dalam perijinannya. Sepertinya berhasil membuat saya jatuh cinta, mencumbu embunnya, menghirup nafasnya, melewati paru-paru dan seakan membersihkannya. Suatu saat Saya akan menyapa mu lagi Gede, tapi dari puncak Pangrango, agar kau cemburu dengannya.

Terima kasih buat mbak-mbak eks Mahafisipa (Mapala fak. fisip UNS) Tery-mbil dan Binti maemunah yang strong abizzz.

Terima kasih buat temen temen Republika yang kece abis, Mas Andi, mbak frau yang lupa namanya, Indri, dan Desy, kalian semua wartawan yang luar biasa joss kawan.

Buat 2 orang yang sampai di puncak dengan keteguhan, selamat datang di kawasan orang-orang gagah ya..

Setiap lekukan rongga nafas membutuhkan sentilan sentilan embun segar. Sedikit bumbu tekanan, tantangan, keterbatasan serta ke egoisan. Buaian kebosanan harus disiramkan perlahan, hingga nantinya kalian akan merasakan apa arti sebuah kenikmatan.

Foto-fotonya dibawah ya....

kandang badak pangrango
Serius itu perutnya cuman tipuan kamera semata

jalur puncak gede
Jalur menuju puncak sudah ada gocekan nya tapi nggak ada abang ojek nya.

kandang badak gede pangrango
Nah kalau mau muncak ke Pangrango tinggal belok kanan, kalau mau ke gede lurus, kalau mau mie ayam balik lagi aja ke kandang badak.
Kasus di tutup.
Tidur dolo, sambil dengerin "Siapa suruh datang jakarta, siapa suruh datang jakarta" dari steven,
Oh iya, sampai Jumpa besok di Kuningan blogie blogie yang kece abies.
Sorry banyak typo nih,
thanks.


Sudah 2 bulan saya berada di Jakarta, menikmati asap koantas, bajaj dan kopaja tentunya. Di iringi gema merdu klakson mobil-mobil mewah yang egois, dan kendaraan roda dua yang seperti bebas melahap trotoar. Bangunan bagunan yang entah kenapa masih aja belum selesai pembangunannya sampai sekarang, padahal setahun yang lalu ya bentuknya kayak gini. Sudahlah, mungkin para pekerja mulai lelah.

Masuk kantor jam 8 pagi, pulang jam 5 sore, begitulah kegiatan rutin saya dari Senin sampai Jumat, selama seminggu, sebulan dan sampai beberapa bulan kedepan. Penat pastinya terlintas di benak ini, untung saja lagu-lagu lama sudah saya siapkan secara rapi untuk menemani dikala malam. Film-film dari dia yang tak boleh disebut namanya juga sudah saya siapkan untuk mengobati rasa kangen. Mungkin kali ini akan menjadi waktu yang terasa sangat panjang di Jakarta.

Berbeda dengan kantor yang dulu, sekarang saya ditempatkan di salah satu gedung di daerah Citos, Gedung Alamanda namanya, di sebelah kirinya Talavera pas, dan di dekat gedung Elnusa. Kantornya tinggi, bersih, bebas rokok, dan yang jelas saya pilih tempat duduk dekat dengan jendela, biar bisa lihat-lihat keluar kalau lagi pusing. Tapi sayangnya lemburan agak susah prosedurnya, sehingga ya sabtu minggu saya tidak ada kerjaan di kos. Jadi memang benar, sangat panjang rasanya kali ini saya di Jakarta.

"Siapa yang ada rencana gedhe pangrango bulan ini?????" Iseng saya tulis di wall pesbuk sebelum menginjak akhir tahun 2014. Status yang geje tersebut ternyata ada yang merespon. Ada beberapa monyet kepancing, dan akhirnya kita deal naik gunung. Rasanya begimana gitu deh, baru 2 minggu di Jakarta bisa naik gunung, aaaaaaaaa. Memang saya sudah agak penat, pengen yang namanya ngirup udara segar di gunung. Kebetulan gunung yang terdekat di Jakarta ya Gede dan Pangrango. Akhirnya saya ikut saja sama Kaka Terry dkk, nimbrung aja, sekalian nambah teman di gunung. Dan beginilah ceritanya, walaupun kejadiannya 20 Desember tahun 2014, tapi nggak apalah itung-itung biar keliatan kayak Blogger aktip gitu deh.

Perjalanan dimulai dari kos dengan bismillah. Yang planning sebelumnya lewat Bogor naik kereta, akhirnya berubah rencana naik bus langsung ke Cibodas. Marita namanya, sebuah bus yang terdengar elok di pikiran saya. Membayangkan sebuah bus besar, dengan kursi empuknya dan dingin AC nya. Sepertinya menapuk hati saya yang telah menunggu hampir 4 jam di kampung rambutan. Perjalanan yang diramalkan hanya 2 jam molor menjadi 4 jam, ditambah lagi penumpang yang berjubel memaksa saya untuk mengalah dan berdiri.

Sekitar ba'da isya saya sampai di pertigaan cibodas, ingat ya "pertigaan cibodas". Jadi nanti kalau diturunin sopirnya nggak di pertigaan mendingan tanya orang, dan minimal tanyanya 3 orang ya. Soalnya kemarin saya ketipu sama orang yang sok teu jalan dan menjerumuskan, pokoknya 2 orang yang sok teu itu asu banget deh. Sampai di pertigaan nanti bisa naik angkot ke basecamp, oh iya kalau mau ngurus ijin, mendingan datangnya agak siangan biar nggak tutup kantornya. Kalau kemarin saya udah di urusin sama kaka Andi, jadi ya tinggal pancal ke atas aja. yuuukkkkkk... makasih kaka kaka semua.. Sebagai info saja, kalau mau naik Gede and Pangrango musti ijin online 3 minggu sebelumnya, ribet kan????

Start mulai pendakian sekitar jam 22.30 an, target sampai pos terakhir "Kandang Badak" sekitar jam "tidak tahu". Pendakian kali ini saya tidak target-targetan, yang penting naik gunung, puncak nggak terlalu ngarepin. Tetapi tetep planing sebelum subuh harus ngediriin dome buat bermalam, besoknya muncak, malamnya sampai Jakarta, paginya kerja rodi lagi. Planing yang gak jelas banget.

Yang asik di Gede-Pangrango itu perjalanan menuju puncaknya, ada air terjun, air panas, kanan kiri pohon-pohon rindang yang terawat, hijau selayaknya pohon pada umumnya, masih alami dan segar. Tapi sayang jalurnya sudah nggak alami, batu-batu besar sudah tersusun rapi mempermudah jalannya para pendaki. Berbeda dengan Gunung Lawu yang jelas berbentuk anak tangga, kalau Gede-Pangrango ini batu-batu yang disusun dan dibuat alami tetapi nggak alami. Efeknya nanti pas turun, kalau nggak tumit, kempol atau pahanya kena deh.

Dan……
Puncak Gede.
Cepet banget kan ceritanya, cuman satu paragraf sudah kelar aja.

puncak gede
Puncaknya biasa aja, tapi otw nya yang menyenangkan.
Gede Pangrango, sebuah gunung di Indonesia yang terkenal sangat amat ribet dalam perijinannya. Sepertinya berhasil membuat saya jatuh cinta, mencumbu embunnya, menghirup nafasnya, melewati paru-paru dan seakan membersihkannya. Suatu saat Saya akan menyapa mu lagi Gede, tapi dari puncak Pangrango, agar kau cemburu dengannya.

Terima kasih buat mbak-mbak eks Mahafisipa (Mapala fak. fisip UNS) Tery-mbil dan Binti maemunah yang strong abizzz.

Terima kasih buat temen temen Republika yang kece abis, Mas Andi, mbak frau yang lupa namanya, Indri, dan Desy, kalian semua wartawan yang luar biasa joss kawan.

Buat 2 orang yang sampai di puncak dengan keteguhan, selamat datang di kawasan orang-orang gagah ya..

Setiap lekukan rongga nafas membutuhkan sentilan sentilan embun segar. Sedikit bumbu tekanan, tantangan, keterbatasan serta ke egoisan. Buaian kebosanan harus disiramkan perlahan, hingga nantinya kalian akan merasakan apa arti sebuah kenikmatan.

Foto-fotonya dibawah ya....

kandang badak pangrango
Serius itu perutnya cuman tipuan kamera semata

jalur puncak gede
Jalur menuju puncak sudah ada gocekan nya tapi nggak ada abang ojek nya.

kandang badak gede pangrango
Nah kalau mau muncak ke Pangrango tinggal belok kanan, kalau mau ke gede lurus, kalau mau mie ayam balik lagi aja ke kandang badak.
Kasus di tutup.
Tidur dolo, sambil dengerin "Siapa suruh datang jakarta, siapa suruh datang jakarta" dari steven,
Oh iya, sampai Jumpa besok di Kuningan blogie blogie yang kece abies.
Sorry banyak typo nih,
thanks.