Rabu, 06 April 2016

Gunung Ciremai, terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat, Indonesia. Entah nama aslinya ciremai atau ceremai, yang jelas gunung ini memiliki ketinggian 3.027 mdpl dan puncaknya merupakan tanah tertinggi di Jawa Barat. Medan cukup wow, selalu nanjak, nanjak dan nanjak lagi, namanya juga gunung masak datar-datar aja. Gunung ini termasuk gunung incaran pendaki karena kondisi alamnya masih terjaga, walaupun sekarang mulai terkotori sampah, kertas dan oleh-oleh dari ajang kekinian anak social media.

Planing awal, jumat berangkat dari Jakarta dan senin pagi ngantor. Bukan hal sepele, dan bukan hal yang terlalu ribet. Kita bukan kumpulan orang-orang yang baru sekali naik gunung kok, tetapi ya begitulah namanya juga mendaki berkelompok, harus saling mengisi kekurangan dan kelebihan anggota. Apalagi pendakian ke Ciremai ini beranggotakan 5 Cewek cantik, bisa dipastikan molor nantinya. Plan kita berangkat jam 8 malam dan sampai Jakarta subuh. Laksanakan komandan!!!.


Carier, alat pribadi, kelompok, sudah saya packing kemarin malem. Setelah balik dari kantor check peralatan, packing sudah rapi, tinggal cus naik bis tujuan kampung rambutan. Salah satu point yang saya pegang erat saat mau mendaki gunung, selalu packing semua barang sebelum berangkat, tak ada penambahan ataupun pengurangan beban. Tak lagi jajan di basecamp, tak lagi bongkar pasang di terminal, tanya ini itu, ataupun beli baterai buat headlamp. Kita Janjian di Kampung Rambutan dan kalau sudah kumpul langsung berangkat biar besok bisa start nanjak pagi-pagi. Iya, pagi pagi banget. 

Tetapi rencana selalu sejalan dengan peserta, semakin banyak peserta, semakin banyak waktu yang harus diolor-olor. Akhirnya kita berangkat sekitar jam 11 malem dari terminal kampung rambutan, setelah menunggu saya datang, setelah menunggu yang lain makan, setelah menunggu yang lainnya datang, dan setelah menunggu saya makan gara gara nunggu yang lainnya makan dan datang. Tak lupa obat mujarab “antimo” biar nggak mabok, Hap hap hap.


Kami start naik sekitar pukul 9 an, nggak terlalu cepet cepet amat, santai kayak di pantai, yang penting yakin dan senin bisa langsung ngantor. Kalau naiknya lemot, ya nanti turunnya dicepetin biar Senin bisa ngantor. Kalau naiknya bisa cepet, ntar turunnya bisa slow but sure.

Jalur Linggarjati diawali tanjakan ringan dengan medan aspal. Nggak berat, cuman agak panas, nggak enak banget di kaki. Aspal panjang nanjak, kadang liat orang naik motor dengan enaknya. Oh iya, sebagai info aja, nih pos pertama bisa pakai Jasa ojek, ataupun pengen buat pemanasan bisa jalan kaki ringan.

Setelah sampai pos pertama bisa isi air dulu, dipenuhin, sepenuh-penuhnya, soalnya di atas nggak ada air loh menurut kabar. Lebih baik turun bawa sisa air, daripada turun minta minta air dari pendaki yang lain.


Butuh perjuangan keras untuk kami menghirup aroma puncak, setelah kehujanan, kering dan kehujanan lagi, akhirnya kita sampai juga di puncak Ciremai. Puncak tertinggi tanah Sunda, dengan tiupan tiupan mesra angin pagi yang menghapus kelelahan kami. Sekeliling begitu cerah, dan membakar kulit eksotik kami, panas tapi sejuk, dingin tapi menghitamkan. Terlihat dari kejauhan, seperti hamparan cermin yang lebar, mengkilat, tak tahu pantai atau danau. Sungguh cantik, manis, dihiasi warna biru yang lebar, luas, kami puas.
gambar pemandangan gunung ciremai
Gapailah cita-citamu setinggi gunung Ciremai, entah kenapa suka foto yang satu ini
gambar gunung ciremai
Dua cowok lainnya malu nampang di kamera
Jujur saja, kali ini kaki saya pegel, paha keju kemeng, tak begitu tinggi tetapi mengena di kaki. Ciremai jalur Linggarjati memang terkenal dengan oleh-oleh pegel linu di kaki. Perjalanan turun terasa lama, kelompok terpecah belah menjadi 2 bagian. Yang duluan turun wanita-wanita super, cowok cowok gantengnya belakangan sekalian nungguin cewek-cewek super lainnya yang tertatih-tatih meringis sambil menahan rasa sakit di kaki.

Ada salah satu obat pereda sakit yang di bawa oleh May, sejenis parem yang kalau diolesin jadi semriwing semriwing semriwingg… (sambil muter muter). Fungsinya mirip counterpain tetapi lebih encer. Karena rasa penasaran, akhirnya saya cobain buat kaki saya yang mulus tanpa bulu ini. Benar adanya, kaki jadi lebih enak, semwriwing, dan sakitnya berkurang.

Eh tapi, pas berdiri kok ada yang aneh? Kaki rasanya tak bertenaga, otot-otot pada loyo. Selidik punya selidik ternyata cowok yang ikutan makek juga merasa ototnya pada loyo semua. Nama obatnya lupa, fungsinya melemaskan otot, dan sangat manjur terbukti pas turunan kaki rasanya loyo bin lunglai kayak belalai. Jadi sekarang sudah ketahuan kenapa cewek-cewek pada meringis pas turunan. 

Obat pasca pendakian, dipakai pas mendaki? Loyo pak, otot jadi selembut karet.
Sampai dibawah, sudah ditungguin Bapak-bapak ojek. Salah satu enaknya naik Ciremai via Linggarjati ya transportasinya, sudah teratur dan terorganisir. Kalau dari Jakarta tinggal naik bis turun pertigaan, lanjut ojek yang kalau belum naik ongkosnya 15ribu. Turunnya juga sama dari pos 1 sampai pertigaan jalan besar yang dilewatin bus bus antar kota cuman 15ribu.

Oh iya, Yang nggak asik dari Linggarjati yaitu tiket masuknya, terasa mihil jika dibandingkan gunung lokal lain di Jawa. Mungkin 25ribu ya kalau nggak salah, lagi lagi saya lupa. Tetapi dari tiket 25ribu itu ada perinciannya loh, untuk kas, untuk produk lokal dll. Kita juga dapet souvenir berupa gelang produk penduduk setempat, makanan kecil yang unik dan SERTIFIKAT. Iya sertifikat!!!! Jangan lupa diambil waktu mau pulang. Sampai puncak ataupun tidak, kita tetap mendapatkan sertifikat.

gambar jalur gunung ciremai
Itu kertas dan kaos tangan unyu, sepele tapi asu banget!!!
Pendakian Gunung Ciremai via Linggarjati dengan medan cukup menguras persediaan air kami telah berakhir. Semoga kebersamaan kami tidak terhapus oleh dentingan waktu, tetap semangat, tetap berpetualangan dan semoga kita menjadi insinyur yang dapat merubah wajah Indonesia lebih baik.
gambar jalur gunung ciremai linggarjati
Terimakasih atas waktunya, mas mbak Tripatra, mas SIS, mbak-mbak DSME dan mbak Santos. Kapan kita lagi?
Sorry kalau tulisannya basi, Muncaknya udah setahun yang lalu tapi kok nulisnya baru sekarang. Sekali lagi, lebih baik telat dari pada telat banget.

Tekian dan telima tatih.

Gunung Ciremai, terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat, Indonesia. Entah nama aslinya ciremai atau ceremai, yang jelas gunung ini memiliki ketinggian 3.027 mdpl dan puncaknya merupakan tanah tertinggi di Jawa Barat. Medan cukup wow, selalu nanjak, nanjak dan nanjak lagi, namanya juga gunung masak datar-datar aja. Gunung ini termasuk gunung incaran pendaki karena kondisi alamnya masih terjaga, walaupun sekarang mulai terkotori sampah, kertas dan oleh-oleh dari ajang kekinian anak social media.

Planing awal, jumat berangkat dari Jakarta dan senin pagi ngantor. Bukan hal sepele, dan bukan hal yang terlalu ribet. Kita bukan kumpulan orang-orang yang baru sekali naik gunung kok, tetapi ya begitulah namanya juga mendaki berkelompok, harus saling mengisi kekurangan dan kelebihan anggota. Apalagi pendakian ke Ciremai ini beranggotakan 5 Cewek cantik, bisa dipastikan molor nantinya. Plan kita berangkat jam 8 malam dan sampai Jakarta subuh. Laksanakan komandan!!!.


Carier, alat pribadi, kelompok, sudah saya packing kemarin malem. Setelah balik dari kantor check peralatan, packing sudah rapi, tinggal cus naik bis tujuan kampung rambutan. Salah satu point yang saya pegang erat saat mau mendaki gunung, selalu packing semua barang sebelum berangkat, tak ada penambahan ataupun pengurangan beban. Tak lagi jajan di basecamp, tak lagi bongkar pasang di terminal, tanya ini itu, ataupun beli baterai buat headlamp. Kita Janjian di Kampung Rambutan dan kalau sudah kumpul langsung berangkat biar besok bisa start nanjak pagi-pagi. Iya, pagi pagi banget. 

Tetapi rencana selalu sejalan dengan peserta, semakin banyak peserta, semakin banyak waktu yang harus diolor-olor. Akhirnya kita berangkat sekitar jam 11 malem dari terminal kampung rambutan, setelah menunggu saya datang, setelah menunggu yang lain makan, setelah menunggu yang lainnya datang, dan setelah menunggu saya makan gara gara nunggu yang lainnya makan dan datang. Tak lupa obat mujarab “antimo” biar nggak mabok, Hap hap hap.


Kami start naik sekitar pukul 9 an, nggak terlalu cepet cepet amat, santai kayak di pantai, yang penting yakin dan senin bisa langsung ngantor. Kalau naiknya lemot, ya nanti turunnya dicepetin biar Senin bisa ngantor. Kalau naiknya bisa cepet, ntar turunnya bisa slow but sure.

Jalur Linggarjati diawali tanjakan ringan dengan medan aspal. Nggak berat, cuman agak panas, nggak enak banget di kaki. Aspal panjang nanjak, kadang liat orang naik motor dengan enaknya. Oh iya, sebagai info aja, nih pos pertama bisa pakai Jasa ojek, ataupun pengen buat pemanasan bisa jalan kaki ringan.

Setelah sampai pos pertama bisa isi air dulu, dipenuhin, sepenuh-penuhnya, soalnya di atas nggak ada air loh menurut kabar. Lebih baik turun bawa sisa air, daripada turun minta minta air dari pendaki yang lain.


Butuh perjuangan keras untuk kami menghirup aroma puncak, setelah kehujanan, kering dan kehujanan lagi, akhirnya kita sampai juga di puncak Ciremai. Puncak tertinggi tanah Sunda, dengan tiupan tiupan mesra angin pagi yang menghapus kelelahan kami. Sekeliling begitu cerah, dan membakar kulit eksotik kami, panas tapi sejuk, dingin tapi menghitamkan. Terlihat dari kejauhan, seperti hamparan cermin yang lebar, mengkilat, tak tahu pantai atau danau. Sungguh cantik, manis, dihiasi warna biru yang lebar, luas, kami puas.
gambar pemandangan gunung ciremai
Gapailah cita-citamu setinggi gunung Ciremai, entah kenapa suka foto yang satu ini
gambar gunung ciremai
Dua cowok lainnya malu nampang di kamera
Jujur saja, kali ini kaki saya pegel, paha keju kemeng, tak begitu tinggi tetapi mengena di kaki. Ciremai jalur Linggarjati memang terkenal dengan oleh-oleh pegel linu di kaki. Perjalanan turun terasa lama, kelompok terpecah belah menjadi 2 bagian. Yang duluan turun wanita-wanita super, cowok cowok gantengnya belakangan sekalian nungguin cewek-cewek super lainnya yang tertatih-tatih meringis sambil menahan rasa sakit di kaki.

Ada salah satu obat pereda sakit yang di bawa oleh May, sejenis parem yang kalau diolesin jadi semriwing semriwing semriwingg… (sambil muter muter). Fungsinya mirip counterpain tetapi lebih encer. Karena rasa penasaran, akhirnya saya cobain buat kaki saya yang mulus tanpa bulu ini. Benar adanya, kaki jadi lebih enak, semwriwing, dan sakitnya berkurang.

Eh tapi, pas berdiri kok ada yang aneh? Kaki rasanya tak bertenaga, otot-otot pada loyo. Selidik punya selidik ternyata cowok yang ikutan makek juga merasa ototnya pada loyo semua. Nama obatnya lupa, fungsinya melemaskan otot, dan sangat manjur terbukti pas turunan kaki rasanya loyo bin lunglai kayak belalai. Jadi sekarang sudah ketahuan kenapa cewek-cewek pada meringis pas turunan. 

Obat pasca pendakian, dipakai pas mendaki? Loyo pak, otot jadi selembut karet.
Sampai dibawah, sudah ditungguin Bapak-bapak ojek. Salah satu enaknya naik Ciremai via Linggarjati ya transportasinya, sudah teratur dan terorganisir. Kalau dari Jakarta tinggal naik bis turun pertigaan, lanjut ojek yang kalau belum naik ongkosnya 15ribu. Turunnya juga sama dari pos 1 sampai pertigaan jalan besar yang dilewatin bus bus antar kota cuman 15ribu.

Oh iya, Yang nggak asik dari Linggarjati yaitu tiket masuknya, terasa mihil jika dibandingkan gunung lokal lain di Jawa. Mungkin 25ribu ya kalau nggak salah, lagi lagi saya lupa. Tetapi dari tiket 25ribu itu ada perinciannya loh, untuk kas, untuk produk lokal dll. Kita juga dapet souvenir berupa gelang produk penduduk setempat, makanan kecil yang unik dan SERTIFIKAT. Iya sertifikat!!!! Jangan lupa diambil waktu mau pulang. Sampai puncak ataupun tidak, kita tetap mendapatkan sertifikat.

gambar jalur gunung ciremai
Itu kertas dan kaos tangan unyu, sepele tapi asu banget!!!
Pendakian Gunung Ciremai via Linggarjati dengan medan cukup menguras persediaan air kami telah berakhir. Semoga kebersamaan kami tidak terhapus oleh dentingan waktu, tetap semangat, tetap berpetualangan dan semoga kita menjadi insinyur yang dapat merubah wajah Indonesia lebih baik.
gambar jalur gunung ciremai linggarjati
Terimakasih atas waktunya, mas mbak Tripatra, mas SIS, mbak-mbak DSME dan mbak Santos. Kapan kita lagi?
Sorry kalau tulisannya basi, Muncaknya udah setahun yang lalu tapi kok nulisnya baru sekarang. Sekali lagi, lebih baik telat dari pada telat banget.

Tekian dan telima tatih.