Kamis, 22 April 2010

Sedikit kan kucerita.
Tentang sekumpulan orang yang tinggal di dalam kotak.
Hitam pekat, sumpek, menahan dan terus bertahan.
Kumpulan Bapak yang selalu berdiri tegar.
Ditemani Ibu ibu yang selalu datang dan pergi.
Atap bocor bukan masalah.
Urusan dapur sudah biasa.
kami disegani para tetangga,
Pernah para tetangga bilang “ Hebat juga bapak-bapak itu, walau di tinggal istri,
Tapi tetap tegar dan bisa merawat anak anak”.


Dulu kami merantau dan bertemu di sini.
Dulu kami masih sepuluh orang dan ditemani beberapa kakek disini.
Saling mengisi dan berbagi.
Tapi semakin lama semakin habis.
Suatu ketika.
Salah satu bapak mempunyai ide untuk berwirausaha dengan temannya.
Tinggal Sembilan,
Ada juga yang bertani dan harus pergi dari kami.
Mengganti kakeknya jadi lurah
Tujuh dan terus berkurang.
Ada yang dapat pekerjaan di kota,
Orangnya putih dan agak sipit dengan badan mungil.
Tapi kadang kalau lagi libur dia masih main kesini.
Tinggal enam bapak bapak menunggu nasib.
Tak lama kemudian.
2 bapak juga pergi tanpa sebab yang jelas.
Berkurang lagi penghuni kotak ini.
Tinggal 4 orang saja.
Tambah luas, tapi tambah pusing memikirkan anak anak tanggungan kami.
Untung saja ada ibu- ibu yang sering main dan menghibur kami.
Mungkin karena kami punya yang namanya kepentingan pribadi.
Tak selang berapa waktu, ada bapak yang ikut gurunya mengaji.
Dan sedikit mengurangi intensitasnya di kotak ini.
Makin sedikit saja.
Tinggal 3 bapak tak bermasa depan tinggal disini.
Parahnya salah satu bapak kecantol sama ibu –ibu yang aku kenalkan kemaren.
Tinggal 2 orang disini ditemani kakek yang ndak lama lagi umurnya.
Dan anak anak yang butuh makan.
Sedikit menyesal kenapa juga aku kenalkan sama ibu ibu kemaren.

Masalah sepertinya ndak berakhir saja.
Kakek yang dulunya sering sharing yang kukenal sebagai sebuah sosok pemimpin.
Sekarang berbeda, aneh.
Mungkin karena kelahiran cucu kami kemarin.
Sudah susah merawat 9 anak.
Masih ditambah 23 cucu.
Pusing, bingung, serba salah rasanya.

Umur kami tinggal beberapa bulan lagi.
Kami berdua takut didikan yang salah diterima cucu cucu kami.
Tapi kami percaya sama anak anak kami yang sekarang masih 6 orang.
Dan pasti akan terus berkurang.
Kami khawatir juga dengan kelakuan aneh kakek.
Kalau ndak di ingatkan bisa bahaya, kalau diingatkan kebangetan juga.

Demikian lah sebuah cerita dari kotak warna hitam,
Berisi Bapak bapak yang tegar, dan sekarang mulai putus asa saja.


Terima kasih anak anaku yang telah sabar.
Kakek kami yang selalu memberi nasehat.
Ibu ibu yang telah mengisi hati kami.
Dan juga cucu kami yang masih minum susu.
Kami sudah capek dan mau mati nak.
Teruskan cita cita bapak dan tanggung jawab bapak.

Sedikit kan kucerita.
Tentang sekumpulan orang yang tinggal di dalam kotak.
Hitam pekat, sumpek, menahan dan terus bertahan.
Kumpulan Bapak yang selalu berdiri tegar.
Ditemani Ibu ibu yang selalu datang dan pergi.
Atap bocor bukan masalah.
Urusan dapur sudah biasa.
kami disegani para tetangga,
Pernah para tetangga bilang “ Hebat juga bapak-bapak itu, walau di tinggal istri,
Tapi tetap tegar dan bisa merawat anak anak”.


Dulu kami merantau dan bertemu di sini.
Dulu kami masih sepuluh orang dan ditemani beberapa kakek disini.
Saling mengisi dan berbagi.
Tapi semakin lama semakin habis.
Suatu ketika.
Salah satu bapak mempunyai ide untuk berwirausaha dengan temannya.
Tinggal Sembilan,
Ada juga yang bertani dan harus pergi dari kami.
Mengganti kakeknya jadi lurah
Tujuh dan terus berkurang.
Ada yang dapat pekerjaan di kota,
Orangnya putih dan agak sipit dengan badan mungil.
Tapi kadang kalau lagi libur dia masih main kesini.
Tinggal enam bapak bapak menunggu nasib.
Tak lama kemudian.
2 bapak juga pergi tanpa sebab yang jelas.
Berkurang lagi penghuni kotak ini.
Tinggal 4 orang saja.
Tambah luas, tapi tambah pusing memikirkan anak anak tanggungan kami.
Untung saja ada ibu- ibu yang sering main dan menghibur kami.
Mungkin karena kami punya yang namanya kepentingan pribadi.
Tak selang berapa waktu, ada bapak yang ikut gurunya mengaji.
Dan sedikit mengurangi intensitasnya di kotak ini.
Makin sedikit saja.
Tinggal 3 bapak tak bermasa depan tinggal disini.
Parahnya salah satu bapak kecantol sama ibu –ibu yang aku kenalkan kemaren.
Tinggal 2 orang disini ditemani kakek yang ndak lama lagi umurnya.
Dan anak anak yang butuh makan.
Sedikit menyesal kenapa juga aku kenalkan sama ibu ibu kemaren.

Masalah sepertinya ndak berakhir saja.
Kakek yang dulunya sering sharing yang kukenal sebagai sebuah sosok pemimpin.
Sekarang berbeda, aneh.
Mungkin karena kelahiran cucu kami kemarin.
Sudah susah merawat 9 anak.
Masih ditambah 23 cucu.
Pusing, bingung, serba salah rasanya.

Umur kami tinggal beberapa bulan lagi.
Kami berdua takut didikan yang salah diterima cucu cucu kami.
Tapi kami percaya sama anak anak kami yang sekarang masih 6 orang.
Dan pasti akan terus berkurang.
Kami khawatir juga dengan kelakuan aneh kakek.
Kalau ndak di ingatkan bisa bahaya, kalau diingatkan kebangetan juga.

Demikian lah sebuah cerita dari kotak warna hitam,
Berisi Bapak bapak yang tegar, dan sekarang mulai putus asa saja.


Terima kasih anak anaku yang telah sabar.
Kakek kami yang selalu memberi nasehat.
Ibu ibu yang telah mengisi hati kami.
Dan juga cucu kami yang masih minum susu.
Kami sudah capek dan mau mati nak.
Teruskan cita cita bapak dan tanggung jawab bapak.

Kemarin tanggal 10 Maret 2010, tepatnya hari Rabu. Karena penat dengan banyaknya pikiran, emosi terpendam, dan hal hal jelek lainnya. Dengan tujuan utama mencari daerah karst yang cocok buat adik adik baruku. Ditemani para caver kawakan dari Solo: Unyil, Kecut, Shotil. Telah lama di rencanakan, akhirnya kami berangkat ke Praci. Walaupun dengan personil terbatas, alat seadanya, logistik minim, dan persiapan yang kurang, kamipun berangkat dengan semangat 55.

Perjalanan dari solo ke Praci (omae mbah e kecut) kira kira 2 jam, Walaupun dijalan sempat bertemu dengan orang pemerintahan yang sok tau. Tapi lucu juga sich, dapat sedikit hiburan.

Karena keberangkatan kita molor, seharusnya pagi sudah berangkat. Akhirnya terpaksa siang kita baru berangkat, sampai disana sekitar jam 12 siang. Istirahat sebentar, persiapan alat..
tau tau awan mendung, langit menangis. Haduh, akhirnya kita memutuskan untuk masuk malam saja. Malam dah datang, sebelum masuk di suruh maem dulu. Abis maem ndak jadi masuk, soale males n kuenyang.

Keesokan paginya kita langsung persiapan, masak, sarapan, pamit sama orang rumah. Langsung berangkat ke TKP, jarak antara basecamp dengan interance sekitar 1 km. Kita tempuh dengan naik motor sekitar 5 menit, jalan 10 menit. Letak gua ini di sisi bukit, dan di pusat depresi.

Kali ini team di bagi menjadi 2 kelompok, rigging (unyil, kecut) dan jingjing (aku, sothil). Terkendala dengan peralatan yang minim, maka proses melintasi lintasan juga agak lama. 4 personil dengan set 2 buah, logistik minim, dan juga dokumentasi yang seadanya.
Sedikit dekripsi ya!
Gua ini termasuk gua vertikal dan terdiri dari 2 pitch, dengan kedalaman pitch pertama sekitar 10 an meter,
dan pitch kedua sekitar 30-40 an meter (soalnya lupa bawa meteran kemarin). Setelah semua sudah turun, kita melanjutkan explore ke downstream dengan tujuan menemukan SBT. Panjang medan horizontal tersebut sekitar 100an meter, dengan materi TPGH komplit dari jalan biasa, squezzing, ada juga yang pakai teknik panjat. Medan Vertikal juga lumayan dengan variasi lintasan deviasi dan intermediet. Explorasi kali ini kami akhiri dengan CUE (Continue Un Explore) dengan alasan perlengkapan yang minim. Tetapi sepertinya masih terdapat lorong yang dalam, dan akan kami lanjutkan dengan pengambilan data, dalam bentuk peta, maupun semua yang bisa dimanfaatkan dalam gua tersebut. Yaitu sumber air buat penduduk desa sekitar gua tersebut.

Tulisan ini hanya sekedar dokumentasi maupun pengingat buat penulis.
jadi apabila terdapat kesalahan dalam penulisan mohon dimaklumi.

Dan ini penulis sedikit share foto yang kami dapatkan dengan kamera pocket biasa (maklum kalau jelek)

greetz to:
Show_tail, Unyhil, X_cute, Mbah e x_cute, masyarakat Desa Wonodadi, Lurah Desa Wonodadi.



Kemarin tanggal 10 Maret 2010, tepatnya hari Rabu. Karena penat dengan banyaknya pikiran, emosi terpendam, dan hal hal jelek lainnya. Dengan tujuan utama mencari daerah karst yang cocok buat adik adik baruku. Ditemani para caver kawakan dari Solo: Unyil, Kecut, Shotil. Telah lama di rencanakan, akhirnya kami berangkat ke Praci. Walaupun dengan personil terbatas, alat seadanya, logistik minim, dan persiapan yang kurang, kamipun berangkat dengan semangat 55.

Perjalanan dari solo ke Praci (omae mbah e kecut) kira kira 2 jam, Walaupun dijalan sempat bertemu dengan orang pemerintahan yang sok tau. Tapi lucu juga sich, dapat sedikit hiburan.

Karena keberangkatan kita molor, seharusnya pagi sudah berangkat. Akhirnya terpaksa siang kita baru berangkat, sampai disana sekitar jam 12 siang. Istirahat sebentar, persiapan alat..
tau tau awan mendung, langit menangis. Haduh, akhirnya kita memutuskan untuk masuk malam saja. Malam dah datang, sebelum masuk di suruh maem dulu. Abis maem ndak jadi masuk, soale males n kuenyang.

Keesokan paginya kita langsung persiapan, masak, sarapan, pamit sama orang rumah. Langsung berangkat ke TKP, jarak antara basecamp dengan interance sekitar 1 km. Kita tempuh dengan naik motor sekitar 5 menit, jalan 10 menit. Letak gua ini di sisi bukit, dan di pusat depresi.

Kali ini team di bagi menjadi 2 kelompok, rigging (unyil, kecut) dan jingjing (aku, sothil). Terkendala dengan peralatan yang minim, maka proses melintasi lintasan juga agak lama. 4 personil dengan set 2 buah, logistik minim, dan juga dokumentasi yang seadanya.
Sedikit dekripsi ya!
Gua ini termasuk gua vertikal dan terdiri dari 2 pitch, dengan kedalaman pitch pertama sekitar 10 an meter,
dan pitch kedua sekitar 30-40 an meter (soalnya lupa bawa meteran kemarin). Setelah semua sudah turun, kita melanjutkan explore ke downstream dengan tujuan menemukan SBT. Panjang medan horizontal tersebut sekitar 100an meter, dengan materi TPGH komplit dari jalan biasa, squezzing, ada juga yang pakai teknik panjat. Medan Vertikal juga lumayan dengan variasi lintasan deviasi dan intermediet. Explorasi kali ini kami akhiri dengan CUE (Continue Un Explore) dengan alasan perlengkapan yang minim. Tetapi sepertinya masih terdapat lorong yang dalam, dan akan kami lanjutkan dengan pengambilan data, dalam bentuk peta, maupun semua yang bisa dimanfaatkan dalam gua tersebut. Yaitu sumber air buat penduduk desa sekitar gua tersebut.

Tulisan ini hanya sekedar dokumentasi maupun pengingat buat penulis.
jadi apabila terdapat kesalahan dalam penulisan mohon dimaklumi.

Dan ini penulis sedikit share foto yang kami dapatkan dengan kamera pocket biasa (maklum kalau jelek)

greetz to:
Show_tail, Unyhil, X_cute, Mbah e x_cute, masyarakat Desa Wonodadi, Lurah Desa Wonodadi.